Rabu, 30 Maret 2011

Pemetaan Bisnis Proses Psikoterapi ke Dalam Design Awal Sistem Informasi

  1. 1. Phobia pada Ketinggian (Acrophobia)
    a. Pendekatan
    Terapis melakukan rapport awal (membangun keakraban atau hubungan baik antara terapis dengan kliennya) yaitu dengan memberikan pertanyaan umum seperti menanyakan kabar klien, sudahkah klien makan, yang dilakukan klien sebelum datang ke terapis, dan lain-lain. Rapport sangat penting dilakukan agar dapat mencairkan suasana dalam melakukan proses konseling. Dengan adanya rapport, klien akan lebih nyaman untuk mengkomunikasikan masalahnya kepada terapisnya.
    b. Menggali Informasi Mengenai Klien
    Setelah dilakukan pendekatan berupa rapport, kemudian terapis berusaha untuk menggali informasi yang penting dari klien mengenai phobia yang dialaminya dengan menggunakan record (alat perekam). Terutama alasan yang membuat klien mendatangi terapis. Terapis haruslah menunjukkan rasa empati, hangat, terbuka, jujur, dan objektif dalam memandang keinginan klien. Hal itu penting agar klien merasa bahwa terapis memang ada untuk mendengarkan dan membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien. Terapis menanyakan mengenai apa yang menjadi penyebab/melatar belakangi phobianya terhadap ketinggian, sejak kapan klien merasa dia telah mengalami phobia terhadap ketinggian, sampai sejauh mana ketakutan itu dirasakan oleh klien, situasi yang seperti apa yang memicu klien merasakan ketakutannya terhadap ketinggian, dan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami situasi tersebut.
    c. Memilih Terapi yang Tepat
    Berdasarkan informasi yang telah didapatkan mengenai phobia terhadap ketinggian yang dialami klien, terdapat beberapa terapi yang dapat digunakan untuk menangani phobia terhadap ketinggian ini, yaitu desensitisasi sistematis, assertive training, modeling, Gestalt, terapi implosif, terapi aversi dan lain-lain.
    Dari beberapa terapi yang memungkinkan akan membantu menyelesaikan masalah klien, terapis akan memilih terapi yang diharapkan tepat untuk penanganan phobia terhadap ketinggian ini.
    Dalam kasus ini, terapi yang digunakan oleh terapis adalah desensitisasi sitematis.
    d. Pelaksanaan Terapi
    Terapi desensitisasi sitematis terdiri dari tiga tahap yaitu relaksasi, hierarki kecemasan dan mengkhayal stimus yang menyebabkan kecemasan dengan relaksasi. Alat-alat yang diguanakan dalam pelaksanaan terapi ini adalah ruangan yang nyaman, dengan kursi panjang, dan musik (tape, vcd, dll).
    Pertama-tama, klien diminta untuk melakukan relaksasi dengan mengendurkan otot misalnya otot leher, wajah, tubuh, dan lain-lain sehingga klien merasa bahwa dia sudah merasa santai. Kedua, terapis menyusun situasi dan menggali sejauh mana hierarki kecemasan klien terhadap ketinggian dari yang paling ringan hingga yang paling berat.. Yang terakhir klien diminta untuk membayangkan stimulus yang membuat klien cemas terhadap ketinggian dan jika klien merasa cemas pada situasi tertentu, klien dilatih untuk berkonsentrasi pada situasi rileks.
    e. Evaluasi
    Evaluasi merupakan tahap akhir dari pelaksanaan terapi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
    ● Harapan awal : terapi berhasil/ klien dapat menghilangkan ketakutan berlebihannya terhadap ketinggian.
    ● Setelah dilakukan terapi, subjek dapat mengurangi ketakutan berlebihannya terhadap ketinggian.

2. Kleptomania

a. Pendekatan

Pada tahap ini terapis melakukan rapport kepada klien, dimana tujuannya adalah agar klien merasa nyaman dan dapat bercerita tentang masalahnya dengan bebas sehingga terapi dapat berjalan dengan lancar. Terapis dapat memperkenalkan diri dulu, berbincang-bincang dengan klien mengenai hal-hal yang ringan, lalu bila klien sudah terlihat lebih nyaman terapis bisa menanyakan maksud dan tujuan klien datang ke tempat prakteknya.
b. Menggali Informasi Mengenai Klien

Setelah terapis mengetahui maksud dan tujuan klien berdasarkan hasil rappot, terapis bisa menanyakan latar belakang serta masalah yang sedang dialami klien dengan teknik wawancara dan observasi. Terapis menggunakan kertas dan alat tulis untuk mencatat hasil observasi klien berdasarkan tingkah laku klien saat wawancara dan terapis juga menggunakan recorder untuk merekam hasil wawancara.

c. Memilih Terapi Yang Tepat

Setelah klien mengemukakan semua masalah yang dihadapi, terapis dapat memilih terapi yang tepat untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh klien.Kleptomania diartikan sebagai bentuk gangguan impuls yang tidak dapat dikendalikan oleh individu untuk memiliki barang-barang yang dilihatnya dengan cara mencuri. Gangguan ini dilakukan secara berulang dengan berbagai alasan yang tidak rasional untuk memiliki benda-benda tersebut. Ciri penting dari kleptomania adalah kegagalan rekuren untuk menahan impuls untuk mencuri benda-benda yang diperlukan untuk pemakaian pribadi atau yang memiliki arti ekonomi. Benda-benda yang diambil seringkali dibuang, dikembalikan secara rahasia, atau disimpan dan disembunyikan. Orang dengan kleptomania biasanya memiliki uang untuk membayar benda yang mereka curi secara impulsif.Setelah mengetahui informasi mengenai kleptomania, salah satu terapi yang bias digunakan adalah rational emotive therapy. Terapi ini memiliki kesamaan dengan cognitive-behavioral therapy dalam arti menitikberatkan berpikir, menilai, memutuskan, menganalisi, dan bertindak.
d. Pelaksanaan Terapi

Untuk menghilangkan kebiasaan klien mengambil barang-barang yang ia sukai tanpa ijin, terapis memberikan perlakuan covert sensitization, dimana individu direkam secara diam-diam ketika melakukan pengutilan, hasil rekaman tersebut akan diperlihatkan kepada individu dengan pengarahan konsekuensi sosial terhadap perilakunya itu. Pada tahap ini terapis membutuhkan ruangan yang berisi barang-barang yang mungkin diambil klien serta cctv.Setelah itu klien diajarkan aversion therapy yang merupakan sesi dimana klien diajarkan untuk mengatur pernafasan secara tepat, menahan nafas untuk beberapa saat ketika rasa ketidaknyaman muncul yang diakibatkan oleh dorongan-dorongan untuk mengambil barang-barang tersebut kembali muncul.
e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari pelaksanaan terapi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
Harapan awal : klien berharap tidak lagi mengambil barang-barang yang bukan miliknya, sehingga ia tidak lagi merugikan orang lain.

  • Saat melakukan terapi, klien merasa sulit untuk menahan diri mengambil barang di ruang terapi, namun klien belajar untuk mengatur nafas yang diajarkan oleh terapis hingga kecemasan yang ia rasa tidak lagi ada.
  • Setelah dilakukan terapi,, klien tidak lagi mengambil barang-barang yang bukan miliknya.

3 Gangguan Kepribadian Paranoid (Paranoid Personality Disorder)

a. Pendekatan

Tahap ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling dan terapi, dan dapat menumbuhkan adanya kepercayaan, keyakinan, dengan didasari atas keterbukaan dan kejujuran atas semua pernyataan klien dan konselor dalam proses terapi. Pada tahap ini diharapkan akan terjalin hubungan ketergantungan pada terapis, yaitu bagaimana terapis menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi yang dapat dijadikan contoh.

b. Menggali Informasi Mengenai Klien

Dalam tahap ini terapis berusaha mencari data masalah yang dihadapi klien sehingga kita dapat memahami apa-apa yang dialami klien dan kesulitan masalah yang dihadapinya. Dan mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah, seperti pengalaman yang dialami pada sebelum dan setelah mengalami masalah, dan penilaian tentang dirinya dan penilaian tentang kondisi lingkungan yang berhubungan dengan masalah yang dialami.

c. Memilih Terapi Yang Tepat

Pada tahap ini, memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, disini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Terapi apa yang ingin dipilih oleh klien. Setelah beberapa alternatif pemecahan masalah klien terkumpul, kemudian dilakukan pengujian pada setiap alternatif tersebut. Setelah jelas berbagai masalah terkumpul, kemudian mengambil dan menetapkan pemecahan masalah yang mana akan dipilih untuk dilaksanakan.Berdasarkan informasi yang diberikan klien, klien mengalami gangguan kepribadian paranoid, yaitu perasaan curiga yang pervasif dimana kecenderungan untuk menginterpretasi perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam atau merendahkan. Orang dengan gangguan ini sangat tidak percaya pada orang lain, dan hubungan sosial mereka terganggu karenanya. Maka terapi yang tepat adalah terapi dengan teknik kognitif –behavioral .


d. Pelaksanaan Terapi

Terapi dengan teknik kognitif – behavioral bertujuan untuk mendorong tingkah laku yang lebih adaptif, untuk mengembangkan keterampilan sosial yang lebih efektif, dan untuk menggantikan cara berpikir yang salah dengan alternatif rasional, dengan cara menggabungkan metode penanganan kognitif dan behavioral.

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari pelaksanaan terapi. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan record dari klien sebelumnya dan kemajuan apa yang terjadi setelah klien melakukan terapi.
Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, yaitu :

Harapan awal : terapi berhasil atau klien dapat menghilangkan gangguan kepribadian yang dihadapinya.

● Setelah dilakukan terapi, subjek dapat mengurangi perilaku-perilaku yang menunjukkan adanya kecemasan.

created by: Fransisca Nurmalita/ 4pa01

Peranan Teknologi Informasi dalam Dunia Psikologi

Masa sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi telah mempengaruhi segala aspek kehidupan. Salah satu aspek yang ingin dibahas disini adalah keberadaan Teknologi Informasi dalam dunia profesi psikologi. Kehadiran teknologi internet yang semakin canggih telah merubah gaya hidup manusia dan tuntutan pada kompetensi manusia. Kini kehidupan manusia semakin tergantung pada komputer.

Adapun hal yang menggambarkan besarnya keterlibatan teknologi informasi dalam kehidupan manusia, seperti proses kerja yang digerakkan oleh komputer. Tersedianya fasilitas internet memungkinkan orang bekerja dari mana saja. Dalam dunia psikologi, orang bias mencari informasi mengenai psikologi dari sarana internet, karena dari situ semua informasi dapat diperoleh dengan mudah dan cepat. Kini pengguna komputer dapat menambah pengetahuannya dalam berbagai bidang disiplin ilmu dengan mudah. Hal tersebut dapat menambah pengetahuan seorang yang bergelut di bidang psikologi. Namun, kerahasiaan mengenai alat tes psikologi menjadi semakin terancam, karena melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet.

Kini semakin sulit untuk merahasiakan alat tes karena begitu mudahnya berbagai tes diperoleh melalui internet. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.

Dalam bidang psikologi, seseorang dapat dengan mudah mengerjakan sesuatu dengan bantuan computer. Misalnya, pada bagian perekrutan karyawan. Banyak orang yang melamar di suatu perusahaan dan melaksanakan pengetesan melalui tes psikologi, maka banyak data yang harus diolah untuk dilihat hasilnya dan dipilih mana yang terbaik untuk menempati suatu jabatan tertentu. Hal tersebut tidak mudah untuk mengerjakannya, apalagi jika hanya dengan tenaga manusia saja atau manual. Disini peran computer sangat penting, data-data yang sudah masuk dapat langsung segera diolah dan dicari hasilnya tanpa harus menghitung atau menginterpretasikan secara manual.Hal tersebut dapat menghemat tenaga serta pikiran. Jadi semakin banyak hal yang masih bias dilakukan dan dikerjakan oleh seseorang tersebut. Di dalam dunia profesi psikologi, peran teknologi informasi memang cukup membantu. Terutama dalam memasukkan hasil tes dan mengetahui hasilnya secara labih cepat dan praktis.

Namun, memang sepertinya dapat dilihat bahwa hasilnya tidak subjektif. Computer hanya dapat menggeneralisasikan suatu hasil yang sesuai dengan perintah yang ada di program tersebut tanpa mempertimbangkan aspek lain yang mungkin tidak tercantum dalam program tersebut.

Minggu, 20 Desember 2009

Solusi Disebabkan Ketidakpuasan di Tempat Kerja

Sebagian di antara kita pernah mengalami ketidakpuasan dalam pekerjaan yang sedang kita tekuni. Ketidakpuasan ini tidak jarang membuat kita berfikir untuk meninggalkan pekerjaan sekarang dan mencari pekerjaan baru. Tetapi ini sering tidak mudah dilakukan, karena adanya berbagai pertimbangan.Pindah pekerjaan memang merupakan sebuah solusi, tetapi bukan satu-satunya solusi. Jika memang memutuskan untuk tetap bekerja di tempat yang sekarang, maka harus ditemukan cara agar kita dapat kembali termotivasi untuk menikmati pekerjaan kita.Apapun alasannya, rasa ketidakpuasan ini tidak boleh dibiarkan berkepanjangan, karena akan membuat pekerjaan yang kita lakukan tidak optimal dan dalam jangka panjang dapat mengancam karier bahkan mungkin kehidupan pribadi kita.

Untuk mengatasi rasa ketidakpuasan ini, sebaiknya kita harus memahami penyebabnya. Bukankah penyebab ketidakpuasan terhadap pekerjaan berbeda-beda untuk setiap orang? Dengan sendirinya, solusinya pun juga berbeda-beda?

Coba kita telusuri penyebabnya dan kita bahas solusi yang mungkin dapat ditempuh:

1. Tidak Ada Kesempatan Untuk Berkembang

Bisa saja Anda merasa ‘mentok' dan tidak bisa berkembang lagi di lingkungan kerja Anda yang sekarang. Perasaan ini biasanya disebabkan oleh kesempatan untuk promosi yang kurang. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakpuasan yang disebabkan faktor ini diantaranya menelusuri adanya peluang untuk melakukan perpindahan lateral (lateral moving) atau meminta tugas yang lebih memberikan tantangan.

Kedua hal ini memungkinkan kita untuk terbiasa menghadapi situasi sulit dalam sebuah pekerjaan serta dapat mempelajari hal-hal baru yang akan bermanfaat bagi pengembangan karier di masa yang akan datang. Misalnya, meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan.

2. Tidak Ada Penghargaan Yang Cukup Memadai

Padahal kita merasa telah bekerja dengan maksimal. Untuk masalah ini kita perlu meminta feedback dari pihak lain, terutama atasan kita. Tanyakan apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan pekerjaan kita.

Karena, apa yang kita anggap sempurna barangkali masih dianggap belum baik oleh orang lain. Atau mintalah kompensasi dan fasilitas yang lebih bila sumber ketidakpuasan tersebut adalah faktor kompensasi finansial, meskipun hal ini belum tentu disetujui. Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan kondisi perusahaan.

3. Pekerjaan Yang Terlalu Berat Dan Berlebihan

Bicarakanlah masalah ini dengan atasan, dan jangan lupa tawarkan solusi untuk mengatasi masalah ini, tapi tetap dengan mempertimbangkan kondisi organisasi. Dukunglah dengan data-data yang meyakinkan. Tunjukkanlah keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan beban kerja yang tidak terlalu berat, tentu saja tanpa mengabaikan unsur-unsur tantangan yang membuat pekerjaan yang kita lakukan menjadi semakin menarik.

4. Tidak Nyaman

Ketidaknyamanan dalam bekerja balk dengan atasan, rekan kerja, ataupun pelanggan. Dalam hal ini, pastikan faktor ketidaknyamanan berasal dari luar diri kita dan bukan berasal dari diri kita sendiri, misalnya sikap kita yang sebenarnya tidak tepat dalam menghadapi orang lain.

Bila ini yang terjadi, meminta untuk dipindahkan ke tempat yang dapat membuat kita merasa lebih nyaman dapat dipertimbangkan. Tetapi bila memang faktor ketidaknyamanan ini berasal dari diri kita sendiri, maka tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki sikap kita yang kurang baik.

5. Tidak Cocok Dengan Atasan

Kemungkinan ini yang kerap muncul sebagai alasan seseorang berniat pindah kerja. Hal ini bisa saja terjadi karena atasan yang gagal memberikan arahan yang diperlukan, melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan, menghargai kontribusi bawahannya, dan membantu membangun bakat clan kemampuan para karyawannya. Diskusikanlah masalah ini dengan atasan Anda.

6. Tidak Pernah Menyukai Pekerjaan Sekarang

Banyak orang yang merasa melakukan kesalahan dalam memilih karier atau pekerjaan yang ditekuni saat ini. Buatlah perencanaan kembali tentang karier yang ingin kita jalani. Ambillah hal positif dari kesalahan ini. Kita menjadi lebih memahami jenis pekerjaan yang kita anggap salah ini. Sekali lagi, ini akan memberikan manfaat bagi pengembangan karier kita di masa depan.

Dan solusi yang tersedia adalah mendapat jenis pekerjaan yang sesuai, mungkin di tempat kerja pada saat ini maupun di ternpat yang lain.


sumber:dari berbagai sumber

Ketidakpuasan Kerja Mempengaruhi Komitmen Karyawan

Faktor ketidakpuasan kerja karyawan dapat disebabkan kompensasi yang tidak sesuai dengan harapan karyawan. Disamping itu adanya ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dapat menimbulkan perilaku negatif karyawan terhadap organisasi, yaitu menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi.
Kondisi ini menuntut suatu organisasi untuk mengembangkan performanya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian kompensasi yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme. Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan dalam kegiatan organisasi, maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover dan absenteeisme.
Efek lain dari ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi adalah dampak psikologis yang dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari organisasi. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah untuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak atau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar tenaga kerja yang semakin ketat, birokrasi serta aturan internal yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan organisasi atau dengan kata lain, mempunyai komitmen yang rendah terhadap organisasi.
Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan karena karyawan yang mempunyai komitmen yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi karyawan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan organisasi yang pada akhirnya akan menyebabkan organisasi kehilangan daya saingnya.
Oleh karena itu sikap karyawan atas kepuasan kerja dan komitmen pada organisasi telah menjadi kepentingan yang mendesak bagi ahli-ahli psikologis industri dan manajemen sumber daya manusia karena hal itu membawa dampak bagi perilaku karyawan pada organisasi.

Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Turner dan kawan-kawan (2002) menyatakan bahwa lingkungan kerja dapat dirubah berdasarkan kebutuhan supaya pekerja dapat merasakan kepuasan dan bahkan dukungan di dalam melakukan pekerjaan mereka. Analisa ini didasari oleh tiga poin utama:

Work redesign

Turner dan kawan-kawan (2002) percaya bahwa ketika variasi kemampuan, identitas tugas, dan tingkat kesulitan tugas terstruktur untuk memberikan lingkungan kerja yang sehat, maka ada tiga keadaan psikologis yang dipupuk: proses kerja terasa lebih bermakna, adanya rasa tanggungjawab terhadap hasil kerja, dan munculnya pengetahuan baru mengenai proses mencapai hasil. Ada beberapa asumsi mengapa mendesain ulang kerja sangat berguna. Pertama, kontrol kerja dan umpan balik yang memadai dan mendukung sangat penting untuk meningkatkan kepuasan kerja. Kedua, kepuasan kerja juga ditentukan oleh jelasnya jalur komunikasi. Artinya, ada kejelasan kepada siapa karyawan harus melapor ketika menemukan kesulitan. Ketiga, lingkungan kerja yang mendukung kepuasan kerja harus mempertimbangkan beban kerja yang manusiawi karena jika karyawan dibebani dengan beban tugas yang berlebihan, maka karyawan tersebut akan mengalami deteriorasi fisik dan mempunyai suasana hati yang buruk.

Teams and work groups

Pengaruh positif dari kerja kelompok telah dibuktikan di dalam riset dan dalam lingkungan kerja yang sebenarnya. Salah satu keuntungan dari kerja kelompok adalah bahwa kelompok dapat memberikan networking dan pertemanan. Selain itu, kelompok dapat dijadikan tempat untuk mencari bantuan ketika mengalami kesulitan di dalam pekerjaannya dan sumber informasi. Hampir setiap anggota kelompok merasakan keuntungan ketika telah tercipta rasa kesatuan diantara anggota.

Transformational leadership

Transformational leadership (kepemimpinan transformasional) merupakan gaya kepemimpinan dimana supervisor, manager dan karyawan lain saling membantu di dalam menciptakan suasana kerja yang mempunyai visi atau misi untuk mengedepankan organisasi. Riset mampu menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional ini mampu meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan persepsi positif karyawan terhadap pimpinan dan meningkatkan loyalitas karyawan kepada organisasi.

Pada umumnya, orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang tidak menimbulkan stres kerja yang berarti, dimana pekerjaan tersebut memungkinkannya untuk mengalami tantangan, kesempatan untuk belajar skil baru dan mempunyai kebebasan untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan. Dengan kata lain, bagi banyak orang saat ini, gaji tinggi bukan lagi menjadi alasan utama untuk menerima pekerjaan karena saat ini banyak orang lebih mempertimbangkan kenyamanan dan kepuasan di dalam bekerja.

Kamis, 19 November 2009

Job Enrichment

Menurut Herzberg (1966), sebuah tugas dapat memotivasi secara intrinsic jika memiliki ciri-ciri kunci antara lain: tanggung jawab, tantangan, achievement, keberagaman dan kesempatan peningkatan, Senada pula, Hackman dan Oldham (1976) berpendapat bahwa karakteristik utama yang meliputi motivasi intrinsic antara lain keberagaman tugas (task variety), signifikansi tugas (task significance), identitas tugas (task identity) dan umpan balik tugas (feedback tugas).

Intinya, motivasi intrinsic bisa berupa aktivitas apapun yang menghasilkan perbedaan besar pada dirinya sendiri bahkan organisasi. Jika mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan tidak signifikan, maka mereka akan merasa tidak signifikan. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa pekerjaan mereka bernilai, maka mereka akan merasa bernilai pula.

Salah satu cara termudah dalam melakukan motivasi intrinsic adalah dengan mengucapkan 'terima kasih'. Penghargaan kepada karyawan berupa komentar seperti 'Bagus' atau 'well done' dapat menciptakan efek jangka panjang yang lebih besar terhadap motivasi karyawan daripada reward kecil dalam bentuk uang,

Teknik-teknik motivasi intrinsic lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh pemimpin antara lain adalah sebagai berikut, seeprti yang diungkapkan Herzberg dalam bukunya 'The Motivation to Work'.

Job Rotation
Anda sebagai seorang pekerja tentunya sering mengalami kebosanan bukan? Sama halnya dengan orang lain, seringkali rutinitas menjadi suatu hal yang membosankan. Melalui job rotation, maka karyawan akan memperoleh tanggung jawab yang baru, sehingga memperoleh pengetahuan dan kemampuan yang baru pula. Job rotation ini, sehingga dapat memenuhi 'need of achievement' dari seorang karyawan

Job Enlargement
Motivasi melalui job enlargement adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan. Namun ini dalam bentuk kuantitas. Misalnya, seorang tenaga telemarketing, diminta untuk melakukan panggilan lebih banyak lagi.

Job Enrichment
Job Enrichment hampir sama dengan job enlargement. Hanya bedanya, jika job enlargement menambah dalam kuantitas, maka job enrichment menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.

Teori Hirarki Motivasi dari Abraham Maslow

Penjelasan mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi secara secara hierarkis ini adalah sbb:
• Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
• Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs).
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization).
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Sumber :
Majalah Manajer edisi September 1986.